“Kalian
disini mau ngaji atau ngerumpi aja? Ga usah ke mesjid kalau cuma mau ngerumpi.”
Kalimat
yang sudah kuterjemahkan kedalam bahasa Indonesia ini terjadi di sebuah masjid
di Jawa Barat. Kala itu ba’da maghrib, dua orang anak (laki-laki dan perempuan
perkiraan sekitar kelas 6 SD) duduk melingkar dengan sang guru ngaji –seorang perempuan
muda. Mereka sedang berdiskusi cukup serius dan terdengar sang guru ngaji pun memberikan
beberapa nasihat -sebelum seorang jemaah (laki-laki) mengulang-ulang kalimat di
atas sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pergi.
Saya
merasa ada yang keliru. Akan tetapi, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu
bahwa mungkin saja jemaah ini sedikit ‘berbeda’ dari orang pada umumnya. Hal
ini terlihat dari cara dia menyampaikan protes bertubi-tubi kepada anak yang di
dalam masjid dan cara berbicara dengan sesama jemaah. Malah jemaah lain yang
menjadi lawan bicaranya tidak banyak menanggapi.
Dua
orang anak tersebut terlihat bersungut-sungut ketika melangkahkan kakinya
keluar dari masjid. Percakapan yang ‘kurang pantas’ pun masih terjadi hingga
mereka benar-benar keluar dari masjid.
Poin
yang sangat disayangkan yaitu anak-anak yang masih mau sholat berjamaah dan
mengaji di masjid akhirnya pergi dengan alasan ekstern. Padahal jaman sekarang
ini sudah jarang anak-anak yang mau menghidupkan masjid.
Kelirunya,
salah satu jemaah malah mengolok-olok mereka (dengan catatan jemaah tersebut
dicurigai ‘agak berbeda’ ya). Jemaah lain tidak ada pula yang mampu menengahi.
Padahal boleh jadi, pada masa-masa riskan mereka ditengah pergaulan yang
semakin tidak kondusif, mereka membutuhkan tempat untuk bercerita dan menuntun
mereka untuk tetap pada jalan yang benar. Dan, boleh jadi mereka menjadi nyaman
dengan sang guru yang berakibat nyaman pula beraktifitas di masjid.
Hey,
bukankah para jemaah tersebut juga sedang mengobrol? Kalau orangtua saja
ngobrol ndak penting di dalam masjid, membicarakan aktifitas seharian, kenapa
anak-anak dilarang? Benar-benar keliru. Hal ini seperti kasus seorang ayah
memerintahkan anaknya sholat berjamaah di masjid tetapi ia sendiri tidak
melakukannya. Atau, seorang ayah tidak rela anaknya merokok, tapi dia pun tetap
melakukannya.
Di
lain waktu, seringkali saya (mungkin Anda juga) menyaksikan anak kecil yang ‘kena
marah’ karena bermain di masjid. Sejatinya, anak-anak memang masih masanya
bermain dan belum paham betul tentang ‘aturan main’ di dalam masjid. Atau
pernah melihat anak yang merengek ingin ikut ke masjid bersama sang ayah tetapi
ditolaknya dengan alasan “nanti mengganggu.” Ah, duhai.
Maka,
jika ingin masjid terus ramai, support anak-anak agar betah di masjid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar