Minggu, 05 Maret 2017

Luka di Kota Kembang

Perantauan saya di Kota ini telah menginjak tahun keempat. Saya tinggal di Bandung ketika Kang Emil baru saja menjabat sebagai Walikota. Maka, saya tinggal ketika Bandung lagi 'bebenah' hingga kebagian 'yang enak-enaknya'.

Hampir tidak pernah ada keluhan selama lebih dari tiga tahun. Kemana-kemana lebih sering sendiri, 'ngangkot'. Ngajar privat, mencari keperluan untuk kuliah, silaturrahim, ikut kegiatan, atau sekadar jalan-jalan.

Hingga suatu hari, di bulan November saya kehilangan HP. Harga HP itu mungkin tidak seberapa, tetapi mengingat HP itu saya beli dengan hasil keringat saya sendiri, dan di dalamnya begitu banyak dokumen yang sangat berharga bagi saya, sedih rasanya.

HP itu hilang ketika saya lagi semangat-semangatnya kuliah, mengerjakan proposal penelitian dan mengajar. Hari itu, saya berangkat untuk mengajar privat. HP saya 'diambil' hanya dalam waktu sekian detik ketika saya siap2 turun dari angkot. Sedih, sebel, tapi ya sudahlah. Bukan rezeki saya, saya yang teledor, dan mungkin itu memang hak orang lain.

Kehidupan saya setelah itu berjalan normal.

Dua bulan setelahnya, saya pulang mengajar di daerah Cigadung. Saya berjalan menyusuri jalan Cigadung dan memasuki sebuah komplek rumah yang memang tidak begitu ramai, tapi tidak bisa dikatakan sangat sepi. Saya menuju sebuah rumah, namun terlihat sepi. Lalu, saya mengeluarkan HP untuk mencari tahu si empunya sedang kemana. Karena sepertinya tidak ada di rumah, saya bersiap pulang, sambil masih memegang HP. Di belakang, saya melihat ada laki-laki yang juga sedang berjalan searah dengan saya. Lalu, saya berjalan sambil melipir ke pinggir, ke pagar sebuah rumah untuk memberikan dia jalan. Saya tidak enak kalau berjalan di depan laki-laki.

Tetapi, laki-laki itu tidak lewat juga. Ketika saya lirik ke belakang, tiba-tiba dia menyergap dari belakang dan mengambil paksa HP saya. Saya berusaha merebutnya kembali dan berteriak. (Di dekat sana ada sebuah kosan yang masih ramai, dan rumah yang sedang ada penghuninya, saya berharap ada yang membantu, yang ternyata tidak ada :) ). Tapi tenaga saya tidak lebih besar daripadanya. Dia lari ke arah perumahan padat penduduk, yang banyak sekali gang yang membingungkan di dalamnya, sampai saya kehilangan jejak.

Saya dibantu oleh Bapak2 Gang Pasir Reuma yang sudah cukup berumur, ya Bapak2 yang sudah banyak ubannya itulah yang sigap membantu. Terimakasih banyak, Bapak2.

Saya gemetar, takut, ini kali kedua dan lebih sadis bagi saya. Saya berusaha menelpon teman menggunakan HP yang biasa saya gunakan telpon dan sms (yang tidak turut diambil), tetapi tidak aktif. Saya bukan ingin meminta pertolongan apa-apa, hanya mencari ketenangan. Pada akhirnya, saya terpaksa menelpon ayah. Beliau terdengar kaget, dsb. Saya merasa bersalah karena malah menebar kekhawatiran.

Lalu, saya ingat, teman saya bekerja di daerah sana. Saya langsung menuju kantornya, tanpa berniat apa2, hanya ingin mencari ketenangan. Tetapi melihat laptop, saya langsung berusaha melacaknya dengan akun Gmail. Nihil, HPnya sudah di non-aktifkan.

(Terimakasih, teman2 yang telah membantu)

Ya sudahlah, saya kembali merelakannya.

Hal yang menyakitkan dari kehilangan yang kedua ini bukan tentang HP-nya, tetapi dampak trauma-nya bagi saya. Saya berpikir, bisa saja kejadian hal yang lebih parah dari ini. Sangat mungkin. Apalagi di Bandung sedang marak pembegalan, dsb. (Alhamdulillah Allah tidak memberi saya luka fisik)

Kalau sedang berjalan dan di belakang saya ada orang (terutama laki-laki) saya langsung gemetar, apalagi kalau yang tiba-tiba menyalip dengan cepat dengan hentakan kaki.

Pernah saya dijaili teman PPL (laki2) dengan mengagetkan saya dari belakang. Saya marah, saya bilang saya tidak suka dikagetin. Dia hanya menatap aneh. Ya, memang aneh.

Mungkin ini lebay, masih banyak yang mengalami peristiwa lebih sadis dari saya. Mungkin diri saya saja yang tidak cukup kuat untuk menerima peristiwa ini.

Panjang ya? Kesimpulannya,

Bagi para pejalan kaki -> lebih berhati-hati lah, jangan terlena dengan someah-nya Bandung, karena orang Bandung yang abal-abal itu, yang "nggak Bandung banget" itu, masih banyak. Ini bukti keteledoran saya juga. Perempuan juga harus siap dalam kondisi seperti itu, jangan panikan seperti saya :)

Bagi orang yang telah berniat dan atau telah melakukan kejahatan -> coba pikirkan ulang dampaknya bagi korban, apabila itu terjadi pada orang yang Anda sayangi. Berbuat jahat tidak pernah dibenarkan. Saya berdoa, semoga harta haram yang Anda gunakan tidak berdampak pada keturunan Anda. Allah ampuni. Aamiin.

Bagi siapapun -> mari lebih peka terhadap sekitar, jangan terpaku pada gadget kalau di angkot maupun dimana, dan jangan terkungkung oleh kenyamanan dibalik pagar rumah :)

Anyway, saya terlanjur jatuh cinta sama Bandung, maka hal seperti ini bukan menjadikan saya membenci Bandung, melainkan ingin rasanya bisa berkontribusi menghilangkan berbagai ke'tidak-baik'an yang mencoreng Bandung :)

Terakhir, saya ucapkan terimakasih kepada yang selalu membersamai saya di tengah trauma, dan yang membantu mengembalikan ke-percayadiri-an saya. Juga orangtua, yang selalu mensupport saya dari jauh. Maaf telah membuat khawatir dan mengorbankan banyak hal untuk saya :)

Kota Kita, 05 Maret 2017

Dedeh Badrullaela 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar