Selasa, 20 Mei 2014

Himaya

Hangat sinar mentari menerobos setiap sudut taman kota pagi itu. Burung-burung asyik bersiul menggoda pasangan muda yang tengah menyemai cinta. Embun pagi masih tampak bergelayut manja pada beberapa daun, tak ingin segera mengakhiri moment kebersamaan mereka.
Ditengah keramaian orang-orang yang bersengaja pergi ke taman pagi itu, Himaya, menikmati pagi dengan caranya sendiri. Menatap setiap sudut taman kota bergantian. Mata bulatnya menatap lembut burung kenari yang bertengger di dekat kolam air mancur. Ia tersenyum penuh ketakjuban, seolah ia merasakan betapa bahagianya hati sang burung pagi itu. Tak lama, burung itupun terbang. Sorot mata tajam Himaya membuatnya ketakutan. Aduhai, tidakkah ia tahu sesungguhnya Himaya amat tertarik kepadanya? Ingin ia mengajaknya bernyanyi, memberitahukan nyanyian terbaiknya kepada burung kenari.
Tatapan mata Himaya berpindah kepada pasangan muda yang dengan malu-malu saling bertukar cerita. Himaya menghela napas sembari mengguratkan senyum amat manis diwajahnya. Ia merasakan betapa berbunganya hati mereka bak musim semi yang melukiskan keindahan. Pasangan muda itu menatap curiga kepada Himaya. Cepat-cepat ia alihkan tatapannya kepada objek lain. Dalam lubuk hati, ingin sekali ia mengatakan bahwa cinta tidak hanya sekedar tempat bertukar cerita, bahwa cinta tak seindah taman kota pagi ini. Hey, sejak kapan pula ia mengetahui cinta? Entahlah, ia bisa merasakannya, sungguh. Mungkinkah ia berbagi cinta dengan rumahnya, rumah yang setia menerimanya kapanpun tanpa ada tatapan penuh kecurigaan?
Kini tatapannya beralih pada anak-anak kecil yang berkejaran mengelilingi taman kota. Mereka seolah lupa seminggu yang lalu mereka menangis ketakutan ketika anjing peliharaan milik salah seorang warga mengejar mereka. Bulunya yang nampak lembut memancing mereka untuk mengerjainya, namun anjing tersebut marah dan nyaris mencelakakan mereka. Himaya tertawa pelan melihat tingkah lucu anak-anak itu. Ah, apakah ia memiliki masa kecil seindah itu? Entahlah, sepertinya ia ragu. Namun saat ini, Himaya seolah merasakan betapa bahagianya dunia anak kecil, dimana mereka menghabiskan banyak waktu untuk bermain, tanpa ada kekhawatiran akan suatu apa. Hmm.. Kali ini, ia bebas menatap objeknya. Anak-anak kecil itu tidak menyadari ada sepasang mata tengah menyelami dunia mereka, ikut terhanyut hingga membuat hati sang empunya lebih berwarna dengan tingkah mereka. Ingin rasanya ia ikut berlarian, menjaga mereka dari kejamnya kehidupan, merangkul mereka ketika terjatuh, ah sudahlah.
======
Begitulah Himaya menikmati setiap jengkal kehidupan. Tidak ada yang aneh darinya, selain ia gemar memperhatikan sekitar dengan mata bulatnya. Ya, tidak ada yang aneh hingga peristiwa menakjubkan itu terjadi.
======
Himaya. Siapa yang tidak kagum akan ia, gadis cantik berkulit putih dengan rambut hitam panjang yang selalu tergerai rapi. Selain itu, perangainya yang lembut nan baik hati membuat pemuda manapun akan terpesona. Di usianya yang menginjak 22, ia tinggal sendiri dirumah sederhana yang entah sejak kapan menjadi miliknya. Bahkan ia tidak ingat sejak kapan ia tinggal sendiri.
11 tahun silam, ketika usianya menginjak 11 tahun, Himaya berjalan menyusuri komplek perumahan. Hal itu sudah biasa ia lakukan –entah sejak kapan-. Mata bulatnya lincah menatap setiap potongan peristiwa sepanjang jalan yang ia lewati. Menenggelamkan ia bersama peristiwa apapun yang berhasil ia tangkap.
Bu Hadi, istri salah seorang pejabat di komplek tersebut merasa tertarik dengan Himaya, gadis yang hampir setiap hari melewati rumahnya. Ia penasaran siapa sebenarnya gadis tersebut. Selama ini ia tak lebih dari mengetahui namanya saja.
“Nak Himayaa!!” serunya pada suatu pagi.
Himaya yang tengah asyik berjalan langsung menoleh lantas membungkukkan badannya, tanda hormat.
“Sini Nak, mampir kerumah ibu. Bukankah capek sedari tadi menyusuri komplek?” ajaknya lembut.
“Terimakasih Bu. Takut merepotkan.” Ujarnya dengan seulas senyum yang....aduhai manis sekali.
“Tidak apa-apa Nak Himaya, tidak akan merepotkan” tegas Bu Hadi sembari menghampirinya.
Himaya mengangguk pelan pun sama-sama menghampiri Bu Hadi. Tinggal beberapa langkah lagi mereka hendak berjabatan tangan, seketika Bu Hadi terpental seperti menabrak sesuatu. Tidak begitu menyakitkan memang. “Ah sepertinya saya terpeleset” gumamnya.
“Bu Hadi kenapa?” ucap Himaya terkejut, ia menjongkok dan menyodorkan tangannya, hendak membantu.
Jarak tangan Bu Hadi dengan Himaya tinggal beberapa senti lagi. Namun lagi-lagi Bu Hadi merasa ada tolakan di tangannya. Berkali-kali mereka mencoba untuk berjabat tangan dan berkali-kali pula Bu Hadi terpental hingga yang terakhir kali nyaris melukainya. Ia mulai merasa ganjil dan buru-buru pergi tanpa pamit kepada Himaya.
Himaya, gadis kecil umur 11 tahun. Bingung akan kejadian yang sama sekali tidak ia mengerti. Kristal bening mulai bercucuran membasahi pipinya yang memerah. Ia tidak mengerti, sama sekali. Lantas berlari menuju rumahnya.
======
Kini, 11 tahun kemudian. Peristiwa tersebut melekat pada dirinya pun para warga yang mendengar kisahnya dari Bu Hadi. Ya, peristiwa itu menyebar dengan cepatnya. Kini, 11 tahun kemudian. Himaya tetap kebingungan, seperti bingungnya ia 11 tahun silam.

Jumat, 16 Mei 2014

Best in Me - Blue

From the moment I met you
I just know you’d be mine
You touched my hand
And I knew that this was gonna be our time
I don’t ever wanna lose this feeling
I don’t wanna spend a moment apart

Cause you bring out the best in me
Like no one else can do
That’s why I’m by your side, and that’s why I love you

Everyday that I’m here with you
I know that it feels right
And I’ve just got to be near you everyday and every night
And you know that we belong together
It just had to be you and me
=====
Hampir tiga tahun lagu ini tersimpan di file musik saya, jarang saya putar memang karena lagu ini merupakan hibah dari salah seorang sahabat. Lagu ini tidak asing sama sekali ditelinga saya, bagaimana tidak? Hampir setiap hari lagu ini diputar olehnya yang memang satu kamar dengan saya. Terbayang bagaimana hampir setiap hari saya mendengarkan lagu ini, atau sahabat saya yang menyenandungkannya sendiri.

Hmm.. Iseng saya buka kembali file tersebut beberapa pekan yang lalu dengan tujuan mengobati kerinduan kepada sahabat saya itu. “From the moment I met you, I just know you’d be mine”. Hey, kenapa lirik ini menjadi berkesan? Mengingatkan saya akan suatu hal, seseorang yang mengalami first sight-nya, persis seperti lirik tersebut.
Lantas saya perhatikan kalimat selanjutnya. Hmm..sungguh mendeskripsikan orang yang sedang bersemi dalam taman cinta.

Bagian chorusnya ini yang dulu paling saya hafal. Tetapi sekarang, lebih dari itu, bagian chorus menjadi amat berkesan. “Cause you bring out the best in me, like no one else can do. That’s why I’m by your side, and that’s why I love you.” Kekasih yang dapat memotivasi pasangannya, sehingga membuat pasangannya tersebut jatuh hati, dalam sekali.


Aduhai, apa sebenarnya yang terjadi pada diri saya? Oh, lagu ini... Hadir disaat yang tepat.

Cinta-Mencintai

“Kamu kuliah di UPI ya ?
“Yap”
“Wah, calon guru nih”
“Engga sih, sebenarnya aku ga tertarik jadi guru.”

Kalimat percakapan yang terakhir itu, seringkali terdengar dari mahasiswa di kampus saya sendiri yang jelas sekali merupakan salah satu kampus pencetak guru di Indonesia. Sedikit miris mendengarnya (kecuali jika ia memang berada pada jurusan non pendidikan). Cobalah kita berfikir lebih jernih.

Untuk apa ada perguruan tinggi pencetak guru?

Jelas untuk melahirkan guru-guru terbaik yang kelak akan mendidik generasi muda Indonesia.

Ah tidak juga, yang terpenting kan mahasiswa di perguruan tinggi tersebut belajar, mendapatkan ilmu, terserah nantinya mau jadi apa yang penting bermanfaat.

Ya, memang itulah yang paling utama. Belajar. Tetapi tidakkah berpikir, jika memang tujuannya bukan untuk menjadi guru, kenapa tidak masuk perguruan tinggi lain yang sesuai passion kita saja?

Saya terpaksa kuliah disini, karena saya gagal di perguruan tinggi yang saya inginkan.

Jika sudah terpeleset demikian kenapa tidak berusaha mengikuti jalan yang saat ini jelas sekali ada dihadapan kita? Mungkin saja diluar sana banyak sekali orang yang ingin sekali berada pada posisi kita seperti kita yang ingin berada pada posisi mahasiswa di perguruan tinggi yang kita inginkan. Bukankah sebaiknya kita menenggelamkan diri dalam perguruan tinggi atau jurusan yang Tuhan pilihkan ini, senantiasa berenang hingga sampai pada tujuan? Lantas, tidak lupa berdo’a, semoga mahasiswa yang berada pada posisi yang kita inginkan sebelumnya pun bertanggung jawab dengan jalannya saat ini dan mampu menjadi apa yang kita cita-citakan tersebut.

Tetapi lulusan dari jurusan/perguruan tinggi ini ga harus jadi guru kan? Bisa jadi dosen atau apapun yang masih terkait pendidikan?

Betul sekali. Tetapi dasar kecintaan terhadap profesi guru haruslah tetap diutamakan, karena itulah dunia kita sekarang (ketika kuliah) dan mungkin nanti ketika mendapatkan pekerjaan. Meskipun jika pada akhirnya profesi kita tidak linear sama sekali, setidaknya kita telah mencintai jurusan yang kita ampu dengan segala apa yang terdapat didalamnya, termasuk profesi.

Pemahaman seperti ini bukan hanya untuk perguruan tinggi yang saya ceritakan diatas saja, ini hanyalah sampel. Pada perguruan tinggi lain pun seyogyanya urusan profesionalitas ini diperhatikan. Bagaimana jadinya jika kita mengambil lapak orang lain, sedangkan sudah jelas sekali dari perkuliahan yang kita tempuh itu prospeknya kemana.

Saya pernah menemukan seorang yang tidak begitu minat terhadap dunia pendidikan, minat tingginya terhadap dunia seni. Kemudian karena tidak ada pilihan lain, ia kuliah di jurusan pendidikan. Lantas, ia kuliah dengan semaunya. Kebetulan saat PPL ia mengajar di kelas saya,saat itu saya kelas 2 SMA. Tidak ada sedikitpun wibawa “calon guru” yang beliau tampakkan. Tak lebih dari masuk kelas, membacakan materi, menyuruh berdiskusi sendiri, sedangkan beliau duduk manis di kursi guru sembari memainkan gadgetnya. Suatu waktu, diskusi kami tidak berujung karena ada hal yang sulit kami mengerti. Lalu bertanyalah kami kepada beliau. Semenit dua menit beliau meminta waktu sembari terus saja membuka lembaran buku pelajaran tersebut. Padahal kami tahu persis penjelasan tersebut tidak ada didalam buku pelajaran karena kamipun sudah mendiskusikannya sedari tadi.  Pada akhirnya beliau memohon maaf dan mengakui bahwa beliau pun belum memahaminya. Disaat yang lain, dengan sedikit “usil” temanku bertanya tentang materi yang sebenarnya cukup mudah dan terdapat dalam buku pelajaran. Seperti sebelumnya, jawaban beliau kurang memuaskan. Lantas salah satu dari kami menjelaskan dan membuat beliau nampak berkeringat dingin.

Saya dan teman-teman sungguh kecewa, karena nampak jelas guru PPL tersebut tidak bertanggungjawab terhadap profesinya. Bahkan membaca materi yang akan disampaikan pun tidak.

Sekali lagi, urusan cinta mencintai adalah hal yang mendasar. Terlepas dari profesi yang kita dapatkan pada akhirnya. Sudah semestinya kita bertanggungjawab atas apa yang ada dihadapan kita saat ini. Jangan sampai disia-siakan atau dikesampingkan.

Tuhan Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya.

Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:216)

Selasa, 13 Mei 2014

SENYAWA TERBANG: Profil Akrab KH. Irfan Hielmy

SENYAWA TERBANG: Profil Akrab KH. Irfan Hielmy: Beliau adalah sosok ulama kharismatik yang lahir di Tasikmalaya, 25 Desember 1933.   Perjuangannya dalam dakwah Islam sungguh tidak bisa...