Setahun
sudah...
02
Juni 2013, setahun lebih dua bulan sekian hari yang lalu, hari peresmian ku
sebagai alumni Pondok Pesantren Darussalam. Yeah aku lulus jenjang SLTA. Umurku
masih 18 kala itu. Usia dewasa ya? Hmm entah ada atau tidak kedewasaan itu pada
diriku.
Setelah
itu adalah masa ‘kegalauan’ untuk menentukan dimanakah perantauanku
selanjutnya? Singkat cerita, aku berhasil memasuki perguruan tinggi yang aku
inginkan plus jurusan yang aku
inginkan pula. Maka, ramadhan tahun lalu tersibukkanlah aku dengan persiapan
untuk perantauan kedua ini. Registrasi-lah, cari kostan-lah, persiapan ospek
universitas serta mempersiapkan barang-barang yang akan mengisi kostan ku
nanti. Tak terbayang perasaanku saat itu, ketika hati masih terpaut pada pondok
dan kini harus merantau seorang diri? Hmm..
20
Agustus 2013..
Tadaaa...
Hai Bandung, aku penduduk baru mu.
Dengan
diantar kedua orangtua, adik dan kakekku tibalah aku di kota ini. Kata orang sih, kota kembang, maksudnya apa ya?
Apakah banyak kembang (bunga)? Entahlah aku tidak peduli, yang aku pikirkan
saat itu hanyalah membereskan barang-barang di kamar baruku. Hey, kamar baru?
Aku sungguhan akan merantau seorang diri di kota ini? Tidak lama lagi
orangtuaku pulang ke kota asalku, sanak famili yang ada di Bandung (yang kala
itu menemui ku di kostan baru) pun satu persatu kembali ke kediamannya
masing-masing.
Kurang
lebih tiga jam kemudian, kedua orangtua, adik dan kakekku pun berpamitan.
Meskipun tiga tahun aku merantau tetapi kali ini dada serasa sesak menahan
tangis persis seperti tiga tahun yang lalu di perantauanku yang pertama
kalinya. Hmm mungkin wajar, karena tempat perantauanku kali ini teramat jauh
dari kampung halaman, lagipula dua bulan terakhir ini kuhabiskan dirumah -yang
selama tiga tahun terakhir tidak pernah tinggal dirumah selama lebih dari dua
minggu.
Selanjutnya,
dingin lah yang kurasa memenuhi hari-hariku di kota ini. Ya, kota ini memang
dikenal dengan suhu udaranya yang dingin terlebih daerahku yang berada di kaki
gunung (sepertinya). Berhari-hari, berbulan-bulan kemudian dingin itu sudah
tidak begitu menyiksaku. Mungkinkah aku sudah kebal dengan dinginnya Bandung?
Selain
suhu udara, dingin lain yang kurasakan dikarenakan kekosongan hati tanpa ada
yang mengisi, menghangatkan, menyelimuti seperti biasanya. Bagian hati ini
bagian hati untuk sesamaku, bukan bagian hati untuk Tuhanku. Setiap hari
kuhabiskan dengan berkeliling di dunia maya, merapikan kamar dan melengkapi
isinya, ospek, kuliah, baca novel, jalan dan bagian yang paling kutunggu adalah
menelpon teman-teman pondokku, teman satu jurusan, teman satu kelas, Program
Keagamaan. Benar, aku belum move on. Hatiku masih terpaut erat dengan mereka
yang selama tiga tahun terakhir merupakan orang terdekatku, mungkin aku katakan
mereka keluarga kedua ku. Selama tiga tahun terakhir, mereka-lah yang setiap
hari membersamaiku sejak bangun tidur hingga tidur lagi di semua aktifitas dan
di semua keadaan. Senang, sedih, marah, berantem, bercanda, setelah kepada
Tuhan, kepada mereka lah semua rasa ditumpahkan, begitupun sebaliknya.
Suatu
hari, aku mendapatkan pencerahan (cielah~) dari salah seorang kakak kelas, katanya
kurang lebih seperti ini “Bandung memang dingin. Kita tinggal memilih apakah
kita akan menyalakan perapian yang menghangatkan atau malah membiarkan jendela
terbuka?” (Maaf jika redaksinya salah ya, Kang Ambang haha). Dalam hati, aku
mengamini kalimat itu. Selama ini aku sendiri yang membiarkan jendela terbuka
hingga udara dingin merasuki hatiku. Kenapa tidak mencari perapian saja?
Akhirnya
kutemukan perapian itu. Tepatnya di jalan Ganesha aku menemukannya. Ya, PAS-ITB
yang menjadi perapianku hingga saat ini. Kehangatan persaudaraan, kebersamaan -bersama
dijalan-Nya, keceriaan dan kehangatan lain serta tentulah kehadiran adik-adik
yang lucu dan menggemaskan. Alhamdulillah, alhamdulillah mereka –kakak-kakak
PAS-ITB- menjadi perapianku dikala aku menggigil dengan dinginnya Bandung.
Memang
benar, ketika saat ini dinginnya udara Bandung tak begitu menyiksaku maka belum
tentu suhu udaranya yang semakin panas. Boleh jadi, tubuhku sendiri yang sudah
kebal dengan dinginnya atau sudah mengetahui bagaimana cara mengatasi dinginnya
tersebut.
======
Setahun
sudah...
Bagaimana
kabar studiku?
02
September 2013, hari pertama masuk kuliah. Rasanya? Biasa saja. Hanya ada aku
yang lebih serius dari biasanya. Bagaimana tidak? Terkejut dengan mata kuliah
yang akan kuhadapi terutama Anatomi, Fisiologi dan Genetika. Anatomi? Anatomi
tubuh gitu? Menyebutkan bagian tubuh,
bagian tulang gitu? Fisiologi?
Apapula ini? Genetika? Ngomongin sel-sel
saraf? Apasih aku tidak mengenal kalian (-_-) . Keringat dingin mengucur ketika
mata kuliah ini berlangsung. Sang dosen yang seorang dokter itu –mungkin-
menganggap semua mahasiswa mengenal dasar-dasarnya. Maka dengan lincahnya
beliau langsung menjelaskan pembahasan yang lebih tinggi -menurutku- dengan
gaya berbicara yang dua arah, tentu saja aku tidak bisa menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkannya, aku hanya sibuk berkutat pada buku
–yang tidak kumengerti- dan sibuk mencontek catatan teman sebelah.
Alhamdulillah,
semester satu kulalui dengan lumayan serius meskipun hasilnya tidak begitu
memuaskan karena banyak teman-temanku yang meraih nilai jauh diatasku. Tak apa,
kuakui kelemahanku dan nilai sekian sudah lebih dari memuaskan dibanding
kemampuanku yang hanya setitik.
Semester
dua, aku mulai mendekati perapianku. PAS-ITB. Hey, malah lebih nyaman berada
disana, berjumpa adik-adik pula. Alhasil, kuliahku terasa datar saja. Berangkat
kuliah, belajar, pulang. Jika ada tugas ya kerjakan (itupun sering mepet deadline). Setelah itu, aku
mengikuti kegiatan-kegiatan di PAS –ya meskipun aku nampak seperti anak bawang
:3- . Ketika banyak rekan yang absen kegiatan PAS karena mengerjakan tugas,
maka itu tidak berlaku untukku. Mengerjakan tugas ya malam hari, jangan sampai
mengganggu kegiatan PAS. Haha. Entah benar atau tidak mindset ku itu namun
bersyukur semua tugas dapat kuselesaikan meskipun ngasal dan mepet deadline.
Hasil akademik semester ini pun tidak begitu jelek.
Hmm...
Mungkin
beginilah rasanya akan memasuki tingkat dua. (Memang bagaimana? Apa
perbedaannya?) Jawabannya adalah tidak ada bedanya. Haha. Kuliah? Mengikuti
alur saja. Doyannya? Bepergian kesana kemari, maen ke tempat-tempat yang belum pernah kusinggahi, ikut kegiatan ini dan itu –terutama
kegiatan PAS tentunya-. Sampai-sampai informasi nilai semester dua, bayar UKT,
mengontrak mata kuliah, dan lain sebagainya mengenai urusan akademik kampus,
aku percayakan kepada teman-temanku, yang pada akhirnya KRS pun lupa aku
download dan printout. Terlenakan sekali dengan sistem akademik yang serba
online ini. (Terimakasih teman-teman PKh 2013 yang senantiasa saling membantu,
terutama Dwi, Yeni, Nurul yang paling sering aku kepo-in).
Entah
akan seperti apa studiku di tingkat ini. Apakah tidak ada kekhawatiran di
benakku? Oh tentu sangatlah khawatir, melihat nama mata kuliah yang aneh-aneh
saja membuatku merinding membayangkan nilai yang berada dipinggirnya nanti. Memperhatikan
para mahasiswa tingkat akhir yang berkejaran dengan deadline TeA atau skripsweet mereka, aku terbengong.
Bagaimana aku nanti? Bukankah harus disiapkan sedini mungkin dengan kuliah yang
serius? Hmm...
Baiklah,
setahun sudah perantauanku di Kota Bandung dan aku telah jatuh cinta padanya.
Tentulah berharap sekali tahun selanjutnya lebih bermakna lagi, lebih serius
lagi menghadapi studiku, bisa hidup lebih mandiri dan bermanfaat bagi orang
banyak. Bahkan siapa tahu kutemukan jodohku disini? Eits, jodoh pekerjaan
maksudnya. Eummhh boleh deh jodoh
kehidupan juga. Haha.