Jumat, 16 Mei 2014

Cinta-Mencintai

“Kamu kuliah di UPI ya ?
“Yap”
“Wah, calon guru nih”
“Engga sih, sebenarnya aku ga tertarik jadi guru.”

Kalimat percakapan yang terakhir itu, seringkali terdengar dari mahasiswa di kampus saya sendiri yang jelas sekali merupakan salah satu kampus pencetak guru di Indonesia. Sedikit miris mendengarnya (kecuali jika ia memang berada pada jurusan non pendidikan). Cobalah kita berfikir lebih jernih.

Untuk apa ada perguruan tinggi pencetak guru?

Jelas untuk melahirkan guru-guru terbaik yang kelak akan mendidik generasi muda Indonesia.

Ah tidak juga, yang terpenting kan mahasiswa di perguruan tinggi tersebut belajar, mendapatkan ilmu, terserah nantinya mau jadi apa yang penting bermanfaat.

Ya, memang itulah yang paling utama. Belajar. Tetapi tidakkah berpikir, jika memang tujuannya bukan untuk menjadi guru, kenapa tidak masuk perguruan tinggi lain yang sesuai passion kita saja?

Saya terpaksa kuliah disini, karena saya gagal di perguruan tinggi yang saya inginkan.

Jika sudah terpeleset demikian kenapa tidak berusaha mengikuti jalan yang saat ini jelas sekali ada dihadapan kita? Mungkin saja diluar sana banyak sekali orang yang ingin sekali berada pada posisi kita seperti kita yang ingin berada pada posisi mahasiswa di perguruan tinggi yang kita inginkan. Bukankah sebaiknya kita menenggelamkan diri dalam perguruan tinggi atau jurusan yang Tuhan pilihkan ini, senantiasa berenang hingga sampai pada tujuan? Lantas, tidak lupa berdo’a, semoga mahasiswa yang berada pada posisi yang kita inginkan sebelumnya pun bertanggung jawab dengan jalannya saat ini dan mampu menjadi apa yang kita cita-citakan tersebut.

Tetapi lulusan dari jurusan/perguruan tinggi ini ga harus jadi guru kan? Bisa jadi dosen atau apapun yang masih terkait pendidikan?

Betul sekali. Tetapi dasar kecintaan terhadap profesi guru haruslah tetap diutamakan, karena itulah dunia kita sekarang (ketika kuliah) dan mungkin nanti ketika mendapatkan pekerjaan. Meskipun jika pada akhirnya profesi kita tidak linear sama sekali, setidaknya kita telah mencintai jurusan yang kita ampu dengan segala apa yang terdapat didalamnya, termasuk profesi.

Pemahaman seperti ini bukan hanya untuk perguruan tinggi yang saya ceritakan diatas saja, ini hanyalah sampel. Pada perguruan tinggi lain pun seyogyanya urusan profesionalitas ini diperhatikan. Bagaimana jadinya jika kita mengambil lapak orang lain, sedangkan sudah jelas sekali dari perkuliahan yang kita tempuh itu prospeknya kemana.

Saya pernah menemukan seorang yang tidak begitu minat terhadap dunia pendidikan, minat tingginya terhadap dunia seni. Kemudian karena tidak ada pilihan lain, ia kuliah di jurusan pendidikan. Lantas, ia kuliah dengan semaunya. Kebetulan saat PPL ia mengajar di kelas saya,saat itu saya kelas 2 SMA. Tidak ada sedikitpun wibawa “calon guru” yang beliau tampakkan. Tak lebih dari masuk kelas, membacakan materi, menyuruh berdiskusi sendiri, sedangkan beliau duduk manis di kursi guru sembari memainkan gadgetnya. Suatu waktu, diskusi kami tidak berujung karena ada hal yang sulit kami mengerti. Lalu bertanyalah kami kepada beliau. Semenit dua menit beliau meminta waktu sembari terus saja membuka lembaran buku pelajaran tersebut. Padahal kami tahu persis penjelasan tersebut tidak ada didalam buku pelajaran karena kamipun sudah mendiskusikannya sedari tadi.  Pada akhirnya beliau memohon maaf dan mengakui bahwa beliau pun belum memahaminya. Disaat yang lain, dengan sedikit “usil” temanku bertanya tentang materi yang sebenarnya cukup mudah dan terdapat dalam buku pelajaran. Seperti sebelumnya, jawaban beliau kurang memuaskan. Lantas salah satu dari kami menjelaskan dan membuat beliau nampak berkeringat dingin.

Saya dan teman-teman sungguh kecewa, karena nampak jelas guru PPL tersebut tidak bertanggungjawab terhadap profesinya. Bahkan membaca materi yang akan disampaikan pun tidak.

Sekali lagi, urusan cinta mencintai adalah hal yang mendasar. Terlepas dari profesi yang kita dapatkan pada akhirnya. Sudah semestinya kita bertanggungjawab atas apa yang ada dihadapan kita saat ini. Jangan sampai disia-siakan atau dikesampingkan.

Tuhan Maha Mengetahui yang terbaik untuk hamba-Nya.

Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:216)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar