Sabtu, 10 September 2016

Mau Apa ke Masjid?

“Kalian disini mau ngaji atau ngerumpi aja? Ga usah ke mesjid kalau cuma mau ngerumpi.”

Kalimat yang sudah kuterjemahkan kedalam bahasa Indonesia ini terjadi di sebuah masjid di Jawa Barat. Kala itu ba’da maghrib, dua orang anak (laki-laki dan perempuan perkiraan sekitar kelas 6 SD) duduk melingkar dengan sang guru ngaji –seorang perempuan muda. Mereka sedang berdiskusi cukup serius dan terdengar sang guru ngaji pun memberikan beberapa nasihat -sebelum seorang jemaah (laki-laki) mengulang-ulang kalimat di atas sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pergi.

Saya merasa ada yang keliru. Akan tetapi, saya ingin menjelaskan terlebih dahulu bahwa mungkin saja jemaah ini sedikit ‘berbeda’ dari orang pada umumnya. Hal ini terlihat dari cara dia menyampaikan protes bertubi-tubi kepada anak yang di dalam masjid dan cara berbicara dengan sesama jemaah. Malah jemaah lain yang menjadi lawan bicaranya tidak banyak menanggapi.
Dua orang anak tersebut terlihat bersungut-sungut ketika melangkahkan kakinya keluar dari masjid. Percakapan yang ‘kurang pantas’ pun masih terjadi hingga mereka benar-benar keluar dari masjid.

Poin yang sangat disayangkan yaitu anak-anak yang masih mau sholat berjamaah dan mengaji di masjid akhirnya pergi dengan alasan ekstern. Padahal jaman sekarang ini sudah jarang anak-anak yang mau menghidupkan masjid.

Kelirunya, salah satu jemaah malah mengolok-olok mereka (dengan catatan jemaah tersebut dicurigai ‘agak berbeda’ ya). Jemaah lain tidak ada pula yang mampu menengahi. Padahal boleh jadi, pada masa-masa riskan mereka ditengah pergaulan yang semakin tidak kondusif, mereka membutuhkan tempat untuk bercerita dan menuntun mereka untuk tetap pada jalan yang benar. Dan, boleh jadi mereka menjadi nyaman dengan sang guru yang berakibat nyaman pula beraktifitas di masjid.

Hey, bukankah para jemaah tersebut juga sedang mengobrol? Kalau orangtua saja ngobrol ndak penting di dalam masjid, membicarakan aktifitas seharian, kenapa anak-anak dilarang? Benar-benar keliru. Hal ini seperti kasus seorang ayah memerintahkan anaknya sholat berjamaah di masjid tetapi ia sendiri tidak melakukannya. Atau, seorang ayah tidak rela anaknya merokok, tapi dia pun tetap melakukannya.

Di lain waktu, seringkali saya (mungkin Anda juga) menyaksikan anak kecil yang ‘kena marah’ karena bermain di masjid. Sejatinya, anak-anak memang masih masanya bermain dan belum paham betul tentang ‘aturan main’ di dalam masjid. Atau pernah melihat anak yang merengek ingin ikut ke masjid bersama sang ayah tetapi ditolaknya dengan alasan “nanti mengganggu.” Ah, duhai.


Maka, jika ingin masjid terus ramai, support anak-anak agar betah di masjid.