Seperti biasa,
mentoring ahad selalu seru banget. Tak
terkecuali hari ini. Tujuh dari sepuluh adik kelompokku hadir, lima laki-laki
(Keandra, Nafil, Farrel, Dias, Musa) dan dua perempuan (Azka dan Nadzifah).
Manusia memang
beragam karakter dan karakter tersebut sangat kuat pada anak-anak. Oke kita
–orang dewasa boleh mengatakan anak-anak itu manja, cerewet, rewel, bandel
(biasanya bagi anak yang aktif) dan berbagai judgement lainnya. Tetapi tidakkah
kita belajar dari mereka? Tentulah kita mengetahui bahwa manusia terlahir
dengan suci, maka demikianlah anak-anak, belum ada dosa yang mengotorinya.
Demikian pula
dengan hari ini. Aku belajar banyak dari mereka. Bolehlah mereka mengatakan aku
–dan kakak PAS lain adalah seorang “pembina adik”, tetapi sungguh mereka
memberi banyak pelajaran berharga.
Anak-anak masih
bersifat egosentris, begitupula dengan kedua adik cantikku, Azka dan Ceuceu
(panggilan untuk Nadzifah). Ceuceu membawa cukup banyak bekal dan telah membuka
bekalnya sejak awal datang. Azka yang bekalnya disimpan di ibunya –yang berada
di FOTa nampak tergoda dengan makanan tersebut lantas dengan polosnya
mengatakan “Ceuceu, Aca mau..” Kembali ke statement awal, anak-anak masih
bersifat egosentris dan itu lumrah saja. Ya, Ceuceu menolaknya sembari membalikkan
badan. Akhirnya aku masuk kedalam interaksi mereka dengan mengatakan kita harus
berbagi. Ceuceu pun mau memberinya satu biskuit chococips mini. Melihat Ceuceu
yang makan chococips dengan lahapnya, Azka pun meminta kembali. Awalnya Ceuceu
hanya mengerutkan kening dan memajukan bibirnya tanda tak setuju, tetapi
kemudian ia mengatakan kepadaku “Kakak, kan minta itu sekali aja jangan
sering-sering!” Sudah kuduga ia tak mau membaginya. Lantas aku memberi
pengertian kepada keduanya bahwa kita harus saling memberi tetapi kita tidak
diperbolehkan untuk memaksa. Melihat situasi demikian aku pun langsung
mengalihkan pembahasan dengan menggambar.
Aku kira, semua
berjalan baik-baik saja, hingga aku selesai membagikan cat untuk setiap
kelompok... Hey? Azka cemberut sembari merapikan barang-barangnya. Aku
mengajaknya berbicara tetapi hanya gelengan dan anggukan kepala jawabannya. Hmm
dan Ceuceu tidak ada di tikar. Aku simpulkan mereka berantem. Dan benar saja, ketika Ceuceu kembali ke tikar, mereka
saling cemberut satu sama lain dan tak mau bersentuhan sedikitpun.
Tak lama kemudian,
saatnya membuat propaganda untuk mentoring sosial ke CFD Dago dan kuajak mereka
untuk membuat propaganda tersebut. Dan bimsalabim
abrakadabra... dengan sendirinya mereka kembali bekerja sama, tersenyum
tulus, seakan lupa dengan perteng. Aduhaii..
Bagaimana dengan
kita? Mungkinkah ketika merasa kesal bisa kembali normal dan saling memaafkan
dalam waktu singkat? Indahnya saling memaafkan, tenangnya melupakan
pertengkaran dan tetap menjalin hubungan baik. Lihatlah! Mereka bisa!
Ya, kita bisa
belajar dari mereka –anak kecil. Maka, janganlah kita bunuh karakter mereka
dengan judgement negatif. Pelihara dengan baik fitrah ilahiah mereka hingga ia tumbuh
subur. Sungguh, mereka adalah bintang, begitu nasihat Pak Munif Chatib dalam
Orangtuanya Manusia. Sekecil apapun cahayanya tetap bisa menerangi –setidaknya
ruang kecil dalam hidup kita.