Selalu ada hikmahnya, seperti
beberapa hari terakhir di jalan depan kosan yang sedang diperbaiki. jalan
ditutup, kendaraan bermotor tidak bisa lewat. alhasil telinga ini terbebas dari
suara bising kendaraan.
Upsss bukan itu saja hikmahnya,
ada yang lebih spesial. Dari sore hingga malam hari -jika cuaca sedang
berpihak, anak-anak asik bermain sepeda, ada yang sudah mahir hingga bisa
berkejaran, pun ada yang baru belajar dibantu oleh orangtuanya. Adapula yang tidak
memiliki sepeda, bergantian temannya meminjamkan, atau jika tak ada yang
meminjamkan pun mereka tak hilang keceriaan. Mereka berlarian mengejar temannya
yang bersepeda, tertawa bahagia. Ibu-ibu yang baru saja menyelesaikan pekerjaan
rumahnya, bapak-bapak yang baru selesai bekerja, berkumpul di jalanan tersebut,
sekedar 'nongkrong', bertegur sapa membicarakan hal-hal ringan sembari
mengawasi anak mereka. Aduhai..
Entahlah aku yang selama ini
kurang memperhatikan lingkungan atau memang sungguhan, aku jarang sekali
melihat pemandangan seperti ini. Apa yang kulihat lebih banyak kesibukan
dirumah masing-masing ketimbang interaksi dengan tetangga.
Terkadang pikiran konyol mendera,
"andai jalanan selalu se-sepi ini, andai jalanan ini selalu ditutup,
lantas anak-anak mendapat tempat bermain baru, orang-orang berjalan kaki saling
bertegur sapa." Hmm tapi itu konyol. Ini Kota Bandung, orang-orang
berdesakkan tinggal di ibukota Jawa Barat ini. Ini bukan Rancah, kampungku yang
masih sepi, sejuk, jauh dari hiruk pikuk kota. Anak-anak bermain di 'halaman
rumah tanpa pagar', sawah, lapangan bahkan kebun dan hutan. Ibu-ibu mengobrol
santai di sore hari bersama tetangga, saling berkirim makanan, saling membantu.
Bapak-bapak sibuk bekerja tanpa melupakan kesejahteraan kampungnya; memperbaiki
jalan, membantu pembangunan rumah, mesjid, dsb.
Sudahlah. Perkataanku memang
absurd. Syukur jika ada yang paham, jika tidak pun semoga tidak menjadi salah
paham fatal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar