Kamis, 18 September 2014

Bahagia itu...

Bandung. Kota sejuta angkot. Tak usah khawatir jika tersesat, karena di kota ini angkot ada dimana-mana. Setahun merantau di kota Bandung, aku sudah terbiasa dengan ribuan angkot puluhan jurusan, sudah terbiasa naik turun angkot mencari alamat. Sebenarnya mudah saja untuk menemukan alamat dan akan menyusurinya menggunakan angkot. Kita hanya perlu tiga hal:

1.      GPS
2.      Koneksi untuk melihat rute angkot Bandung.
3.      Keberanian.
Tentu saja, hal ketiga yang paling utama.

Sore itu, polusi kendaraan serta aroma sampah lengkap menemaniku menuju angkot di seberang jalan Ganesha, angkot jurusan Cicaheum-Ledeng arah menuju Ledeng. Sesak didalam angkot? Sudah biasa. Kulirik penumpang disebelahku, terpaku pada gadget masing-masing, sibuk dan serius sekali. Tidak jauh berbeda denganku yang terpaku pada buku yang kubaca, malas sekali rasanya berinteraksi dengan yang lain. Sampai akhirnya...

Hey! Ada sepasang suami istri paruh baya dengan pakaian sederhana dan barang bawaan yang sedemikian banyaknya. Menarik sekali karena dengan kondisi mereka yang demikian serta diantara wajah-wajah yang masam dan tak peduli, mereka berbicara dengan santai dan senyum mereka, aduhai tulus sekali, penuh cinta. Bahagia. Akupun menyimpan kembali buku-ku dan berusaha memperhatikan sekitar dengan sesekali melempar senyuman.

Memang, bahagia itu sederhana.
Seperti hariku disana. Bahagia menatap wajah anak-anak kecil yang lucu nan polos. Menatap mereka yang asik berlarian kesana kemari, tanpa beban. Membiarkan tangan ini digenggamnya, memberikan rasa aman, mengantarnya berlari kesana kemari. Membiarkan ia terduduk dipangkuanku, bermanja-manja lantas bercerita. Sungguh lucu. Senyuman, tangisan maupun ngambek-nya. Bahagia.

Memang, bahagia itu sederhana.
Hmm nyatanya “bahagia” tidak mesti ditafsirkan pada kondisi nyaman yang didasarkan pada kenyamanan finansial. Bahagia itu dekat, bahagia itu bisa kita manage. Bahagia itu kelapangan hati tatkala berusaha menyingkirkan berbagai penyakit hati; iri, benci, ambisi akan duniawi yang pada akhirnya hanya melahirkan kegelisahan.

Allah. Ketika ada Dia, sungguh bahagia semakin nyata. Allah, tak bisa dispelekan. Allah, ampuni aku ketika kala itu, diri ini tak mendekatimu.

Bahagia itu sederhana. Sesederhana berbagi senyuman tulus kepada orang lain, kepada binatang bahkan kepada masalah yang kita hadapi. Sesederhana menumpangi angkot. Menatap berbagai warna kehidupan, mendengar berbagai irama kehidupan, lantas bersyukur kepada-Nya. Bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar