Selasa, 21 Maret 2017

Perjalanan Tes Masuk Perguruan Tinggi

Awal semester genap, adalah masa-masa galau siswa siswi kelas XII. Sejenak saya flashback ke memori masa SMA, bagaimana saya memilih jurusan kuliah.

Saya bersekolah di Madrasah Aliyah, dan mengambil Program Keagamaan (PK). Tahun pertama sekolah masih ada harapan ingin pindah ke Program IPA karena saya rasa passion saya disana. Tetapi takdir berkata lain, ilmu keislaman serta kenyamanan lingkungan sosial PK menarik saya untuk tetap disana.

Tahun-tahun awal, cita-cita saya mendalami ilmu Tafsir dan Hadits, karena saya merasa ilmu itu keren! (Sampai sekarang pun tetap keren di mata saya). Kita bisa menggali Al-Quran dan Sunnah dengan baik, yang pada akhirnya bisa memilah ajaran/pernyataan, dsb yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Ya, saya sebal sekali dengan yang hoax-hoax 😂

Akhir tahun kedua (kalau tidak salah), saya dan teman-teman kelas menonton film The Miracle Worker (true story kehidupan Hellen Keller). Saya menangis sesenggukan membayangkan betapa sulitnya hidup menjadi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Tetapi dengan penanganan yang tepat, ternyata dia bisa. Pada saat itu pula saya bertekad ingin membantu para ABK menjalani kehidupan dengan baik, mendapatkan hak sebagaimana mestinya, sebagi manusia.

Namanya masa remaja, proses meyakinkan mimpi itu tidak mudah. Berkali-kali ragu, dengan alasan inilah-itulah, sampai sempat mengalah demi suatu ketidakpastian.

Pada akhirnya, saya memutuskan untuk meneguhkan cita-cita, belajar ilmu pendidikan khusus. Karena saya menyadari, ilmu yang akan saya dapatkan ini insya Allah sesuai passion saya yang senang berbagi, bukan karena seseorang, bukan karena ambisi, dan bukan untuk karier ya, catat! (Karena selama ini banyak yang beranggapan kuliah di Pend. Khusus utk mengejar finansial)

Singkat cerita, masa pendaftaran SNMPTN pun datang, dan saya dengan -sok- PD nya memilih Pendidikan Luar Biasa UPI dan (saya lupa) jurusan lainnya di UPI pula. Padahal saya tau betul bahwa kecil sekali kemungkinannya. Lha yang dipilih kelompok IPS. Meskipun hanya melihat nilai raport, tapi kan raport saya isinya mata pelajaran keagamaan.

Selain SNMPTN, saya daftar SPMB PTAIN (seleksi masuk khusus PTAIN melalui jalur nilai raport) meskipun sebenarnya orangtua kurang merestui. Saya memilih jurusan Psikologi (kalau tidak salah), Pend. Bahasa Arab, dan Sejarah Peradaban Islam di UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta). Saya cari aman saja, karena sangat pesimis bisa masuk PTN.

Ketika pengumuman hasil SNMPTN, saya gagal. Sedih, tentu. Nyaris putus asa, iya. Tetapi di SPMB PTAIN, saya lolos masuk jurusan Sejarah Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah. Kebingungan pun terjadi, orangtua tidak merestui, saya tidak begitu sreg juga, tetapi beberapa teman dan guru mendukung dan saya pesimis bisa masuk PTN lewat jalur tes tulis, SBMPTN. "Asal kuliah saja-lah," pikir saya.

Akhirnya saya memutuskan untuk tidak mengambil kursi di UIN Syarif Hidayatullah (dzalim, ya Allah TT), dan mendaftar SBMPTN sebagai jalur terakhir. Kalau tidak lolos, saya kembali ke pondok saja. Saya memilih jurusan Pendidikan Khusus, Bimbingan dan Konseling, dan Pend. Bahasa Inggris-UPI. (Kacau balau urutan pilihannya 😂)

SBMPTN? Bah, mana bisa saya mengerjakannya. Materi soalnya materi IPS. Memang saya membeli buku latihan soal SBMPTN IPS, tapi saya hanya mengisi TPA, Bahasa Indonesia, dan (sedikit) Matematika saja. Malas belajar IPS, susah karena harus dari dasar.

Dari keseluruhan soal SBMPTN yang saya kerjakan sungguh-sungguh hanya TPA, bahasa Indonesia, dan Matematika. Sisanya saya pakai feeling! Ya, feeling! Karena beberapa materi IPS akrab di telinga kita.

Saya sudah tidak berharap lagi. Pasrah.

Ketika pengumuman hasil SBMPTN, ternyata saya lolos masuk Pendidikan Luar Biasa UPI. Kaget? Iya banget. Sampai gemetar.

Alhamdulillah, sekarang sudah mencapai detik-detik terakhir dan saya bahagia bisa belajar ilmu pendidikan khusus, meskipun pada awalnya saya sangat kelabakan. (Anak PK belajar ilmu sosial dan -di awal kuliah belajar- sains itu sesuatu banget 😥). Saya menemukan banyak hikmah, saya menemukan "diri" saya disana. (terlepas dari bagaimana saya menjalani kehidupan perkuliahan yang benar-benar datar 😂). Terlebih, saya berkesempatan belajar di Pembinaan Anak-anak Salman ITB. Meskipun tak lama, tapi ilmu dan kekeluargaannya sangat berpengaruh bagi kehidupan saya di Bandung.

So, apa hikmah dari perjalanan saya?

Bagi adik-adik yang akan lulus SMA, saya sarankan untuk:
1. Memohon ridho orangtua dan patuh kepada keduanya. Yang saya lupakan dari semua ketidakmungkinan ini adalah kekuatan doa orangtua :)
2. Memilih langkah yang sesuai dengan diri kita (minat dan bakat). Usahakan untuk tidak memaksakan diri memilih langkah yang sangat 'bukan gue banget'. Menjalani aktivitas sesuai dengan passion adalah kebahagiaan yang amat sangat. Be your self :)
3. Berkaitan dengan poin 2, usahakan tidak memilih jurusan demi sebuah karier, terutama untuk disiplin ilmu sosial. Usahakan tetap Lillah. :)
4. Untuk saran lainnya yang bersifat praktis, bisa Anda temukan dengan mudah dari berbagai buku, internet, guru BK, dll 😉

Bravo! Semoga sukses di mata Allah.

PS: sebelumnya saya pernah post yang serupa di Segenggam Cita dalam Doa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar