Maghrib telah berlalu. Perut
sudah memanggil-manggil meminta asupan makanan. Seorang teman berkunjung ke kontrakanku
untuk suatu keperluan, menginspirasiku untuk keluar sejenak mencari makan. Nasi
goreng depan kostan tetap menjadi pilihan utama yang selalu menggoda meskipun
harus menunggu lama. Mengantri di tempat penjual nasi goreng satu ini ? sudah
biasa.
Ibu penjual nasi goreng ini
selalu membawa anaknya yang masih usia TK. Ia sangat aktif dan pandai berbicara
(sedikit cerewet). Kulihat ia sedang asyik sekali dengan ipad di kiri
dan handphone di kanan. Anak itu
memanggilku dan memintaku duduk menemaninya bermain game. Imut sekali jika kulihat
mimik wajahnya yang seperti polos.
Ketika diperhatikan, ternyata
game yang ia mainkan menurutku “aneh”. Ceritanya, seorang remaja mencoret-coret
dinding sekitar stasiun kereta api. Karena hal itu dilarang, polisi pun
berusaha menangkapnya. Terjadilah kejar-kejaran antara polisi dengan remaja
tersebut. Dan tokoh yang dimainkan oleh pemain game tersebut adalah tokoh
remaja. Ia akan dikatakan menang jika berhasil meloloskan diri dari kejaran
polisi dan sepanjang jalan pun ia mendapatkan berbagai bonus. Bukankah ini aneh
? kenapa harus lari dari kejaran hukum jika kita memang melakukan kesalahan ?
bukankah ini mengajarkan anak untuk berlari ketika melakukan kesalahan dan
tidak usah takut karena kita akan mendapatkan sesuatu ketika kita berlari ?
Tapi sudahlah, itu hanya game. Hal
yang lebih mengejutkanku adalah ketika anak itu memintaku untuk mengambilkan
botol minum yang ia simpan di atas gerobak. Jelas ia tidak bisa mengambilnya
karena ia duduk saja. Aku tidak langsung mengambilkannya, dengan pelan aku
mengatakan “coba kamu berdiri De, pasti tangannya nyampe”. Ibunya pun terus menerus mengomelinya. Tetapi yang
terjadi, ia malah memukul tanganku secara terus menerus dan memaksaku untuk
mengambilkannya tanpa ia coba mengambilnya sendiri. Subhanallah, ia tidak
pandang dengan siapa ia berbicara atau kepada siapa ia meminta tolong.
Nasi goreng pun hampir siap. Aku berdiri
dan menyiapkan uang sejumlah 8000 rupiah yang terdiri dari satu lembar 5000 dan
2000, juga 2 keping uang logam 500 rupiah. Ketika aku berdiri, ternyata anak
tersebut merengek tidak ingin ditinggal sendirian. Ia pun memanggil pelanggan
perempuan lainnya, namun tak ada yang bersedia (mungkin setelah melihat
perseteruan antara aku dengan anak itu, hihi). Dia pun berfikiran bahwa akulah
biang keroknya karena akan meninggalkannya sendiri. Iapun menuangkan air teh ke
dalam tutup botol dan menumpahkannya kepadaku sedikit demi sedikit, secara
terus menerus. Omelan ibunya tidak ia indahkan, sama sekali. Ketika aku
menghindar, kepingan uang logampun jatuh. Aku kesulitan mencarinya dan anak itu
membantu kemudian menemukan satu keping lalu menyerahkannya kepadaku. Akupun mencari
satu keping lagi dan anak itu menemukannya lagi. Kali ini ia mengambilnya. Aku merayu
nya agar ia mau mengembalikan uang logam tersebut namun tak berhasil malah
terus menerus menumpahkan air ke bajuku. Tuhan, anak ini keras kepala sekali
dan belum faham siapa yang harus ia hormati. Hingga Ibunya memberikan satu
bungkus nasi goreng pesananku sekaligus
aku membayarnya, aku mengatakan bahwa uang ini kurang 500 karena diambil anak
Ibu. Ibu itu tersipu dan memaklumi. Anak
itupun berteriak memanggilku dan bersiap menyerahkan uang tersebut. Namun aku
terus saja melangkah pergi sembari tersenyum kepada ia yang kebingungan.
Banyak hikmah yang dapat aku petik
dari peristiwa ini, diantaranya :
1.
Cerdaslah dalam memilih game untuk anak begitupun
memilih media yang patut dikonsumsi oleh anak
2.
Semestinya anak dibiasakan mandiri sejak dini,
jangan selalu dikasihani
3.
Pengajaran mengenai perilaku yang paling ampuh
bukan hanya dengan lisan tetapi dengan memperlihatkan perilaku yang patut
diikuti serta pembiasaan sejak dini
Wallahu a’lam
hei, follow back blog akunya dong -_- udah tokoh aku masuk ke postingan kamu juga :D
BalasHapusaku sudah follow kamuuuu...haaaa baru sadar ada komentar mba broh
BalasHapus