Seperti yang ku utarakan di awal, KH.
Abdul Fatah ini selalu hangat dengan celotehan ringannya. Teguran seorang guru
memang hal biasa, gaya beliau menegur, luar biasa. Khas dan selalu terkenang.
Terkadang ia mengatakan “gandeng !! (jangan berisik)” sembari memukul perutnya
sendiri dan diakhiri tawa renyah. Sontak saja kami tertawa tak tertahankan.
Atau ia gunakan kata “ulah gandeng, cabok ku bapa (jangan berisik, nanti bapak
pukul)” dan lagi-lagi tawa renyahnya membumbui.
Satu hal lagi yang akan kuutarakan
disini –karena kisah bersama beliau sangat banyak, beliau salahsatu guru sepuh
yang selalu ingat nama santrinya. Begitupun denganku. Duhai, bahagianya ketika
tutorial maupun pengajian berlangsung, beliau menyebut namaku sembari
menunjukku untuk menjelaskan suatu hal atau menanyakan pendapatku sendiri. Dan
alangkah bahagianya ketika beliau mengatakan jawabanku benar –ahaa. Dan Sang
Pendekar Hadits ini tidak sungkan-sungkan untuk menjawab pertanyaan dari
santrinya bahkan apabila beliau tidak mampu menjawabnya saat itu, beliau akan
menjawabnya di waktu yang lain. maka, kepada beliaulah aku seringkali bertanya
banyak hal bahkan sampai mendetail terutama mengenai fikh dan hadits.
Rasanya tidak sampai pula pada
akhirnya, saking banyaknya kenangan bersama beliau.
Aku masih teringat
perjumpaan-perjumpaan terakhir bersama beliau. Ketika menjelang Silaturrahim
Akhir Tahun Ajaran Pesantren, beliau bertanya “kamana neruskeun kuliah Neng ?”
“insya Allah hoyong ka UPI jurusan PLB, Pak, tapi teu acan katampi”jawabku
dengan tidak bersemangat karena teman-temanku yang lain sudah banyak yang
berhasil mendapatkan kursi perkuliahan. “Oh sae atuh, kapayun na oge sae PLB
mah, ngan kudu sabar nya Neng. Sok dido’akeun ku Bapa sing lulus”. Seketika aku
pun bersemangat, ingin sekali segera test SBMPTN, dan jika lulus aku akan
mengabarkannya kepada beliau. Akhirnya pada suatu kesempatan ketika aku sudah
dinyatakan diterima, aku kembali berjumpa dengan beliau meski hanya sesaat.
Dengan girangnya aku menghampiri “Bapaa, damang ?” sapaku sembari mencium
tangannya. “Eh, Dedeh. Alhamdulillah. Dimana ayeuna teh ?” pertanyaan yang
sangat aku nantikan. “Alhamdulillah abdi katampi di UPI pak, jurusan PLB.”
Jawabku kegirangan. “Syukur atuh sok sing sukses nya Neng”. Jawabnya dengan
senyum hangat yang khas itu. Setelah berbincang sesaat, beliaupun pamit dengan
selipan humornya. Duhai, saat itu aku bersemangat sekali. Dalam hati aku
bertekad “Aku harus sukses, nanti aku akan kembali ke Darussalam, menjumpai Pa
Fatah dengan kabar gembira. Ia akan tersenyum bahagia dengan senyuman
hangatnya”. Namun apa daya, belum sempat aku kembali berjumpa dengannya, Allah
telah memiliki rencana yang lebih indah. Allah telah mengambil sang Guru Besar
itu, pejuang pendidikan yang sangat luar biasa.
Innalillahi wa Inna Ilaihi raaji’uun.
Semoga dalam keadaan husnul khatimah dan ditempatkan di surga-Nya. Amiin.
Ya, tahun baru. 2014. Engkau kembali
ke pangkuan-Nya. Menjejaki kehidupan abadi. Doaku selalu terpancar untuk
engkau.
Kami sayang engkau, Guru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar