Jumat, 03 Januari 2014

Kepergian Sang Guru Besar #part 2


Seperti yang ku utarakan di awal, KH. Abdul Fatah ini selalu hangat dengan celotehan ringannya. Teguran seorang guru memang hal biasa, gaya beliau menegur, luar biasa. Khas dan selalu terkenang. Terkadang ia mengatakan “gandeng !! (jangan berisik)” sembari memukul perutnya sendiri dan diakhiri tawa renyah. Sontak saja kami tertawa tak tertahankan. Atau ia gunakan kata “ulah gandeng, cabok ku bapa (jangan berisik, nanti bapak pukul)” dan lagi-lagi tawa renyahnya membumbui.

Satu hal lagi yang akan kuutarakan disini –karena kisah bersama beliau sangat banyak, beliau salahsatu guru sepuh yang selalu ingat nama santrinya. Begitupun denganku. Duhai, bahagianya ketika tutorial maupun pengajian berlangsung, beliau menyebut namaku sembari menunjukku untuk menjelaskan suatu hal atau menanyakan pendapatku sendiri. Dan alangkah bahagianya ketika beliau mengatakan jawabanku benar –ahaa. Dan Sang Pendekar Hadits ini tidak sungkan-sungkan untuk menjawab pertanyaan dari santrinya bahkan apabila beliau tidak mampu menjawabnya saat itu, beliau akan menjawabnya di waktu yang lain. maka, kepada beliaulah aku seringkali bertanya banyak hal bahkan sampai mendetail terutama mengenai fikh dan hadits.

Rasanya tidak sampai pula pada akhirnya, saking banyaknya kenangan bersama beliau.
Aku masih teringat perjumpaan-perjumpaan terakhir bersama beliau. Ketika menjelang Silaturrahim Akhir Tahun Ajaran Pesantren, beliau bertanya “kamana neruskeun kuliah Neng ?” “insya Allah hoyong ka UPI jurusan PLB, Pak, tapi teu acan katampi”jawabku dengan tidak bersemangat karena teman-temanku yang lain sudah banyak yang berhasil mendapatkan kursi perkuliahan. “Oh sae atuh, kapayun na oge sae PLB mah, ngan kudu sabar nya Neng. Sok dido’akeun ku Bapa sing lulus”. Seketika aku pun bersemangat, ingin sekali segera test SBMPTN, dan jika lulus aku akan mengabarkannya kepada beliau. Akhirnya pada suatu kesempatan ketika aku sudah dinyatakan diterima, aku kembali berjumpa dengan beliau meski hanya sesaat. Dengan girangnya aku menghampiri “Bapaa, damang ?” sapaku sembari mencium tangannya. “Eh, Dedeh. Alhamdulillah. Dimana ayeuna teh ?” pertanyaan yang sangat aku nantikan. “Alhamdulillah abdi katampi di UPI pak, jurusan PLB.” Jawabku kegirangan. “Syukur atuh sok sing sukses nya Neng”. Jawabnya dengan senyum hangat yang khas itu. Setelah berbincang sesaat, beliaupun pamit dengan selipan humornya. Duhai, saat itu aku bersemangat sekali. Dalam hati aku bertekad “Aku harus sukses, nanti aku akan kembali ke Darussalam, menjumpai Pa Fatah dengan kabar gembira. Ia akan tersenyum bahagia dengan senyuman hangatnya”. Namun apa daya, belum sempat aku kembali berjumpa dengannya, Allah telah memiliki rencana yang lebih indah. Allah telah mengambil sang Guru Besar itu, pejuang pendidikan yang sangat luar biasa.

Innalillahi wa Inna Ilaihi raaji’uun. Semoga dalam keadaan husnul khatimah dan ditempatkan di surga-Nya. Amiin.

Ya, tahun baru. 2014. Engkau kembali ke pangkuan-Nya. Menjejaki kehidupan abadi. Doaku selalu terpancar untuk engkau.
 
Kami sayang engkau, Guru.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar