Malam 31 Desember 2013, hampir semua
orang bersorak sorai, tersenyum semangat menyambut tahun baru, kembang api
dimana-mana, semua membicarakan tahun baru. Ya, semangat menyambut tahun baru,
dengan harapan baru. So special –bagi kebanyakan orang.
Aku ? entahlah, aku rasa everyday is
new day, new spirit and new for everything. Maka malam tahun baru itu datar
saja –menonton tv dan saling berkirim pesan dengan beberapa teman.
Siapa sangka, tepat di hari pertama
tahun 2014, Allah telah menggoreskan rencana indah di lauhil mahfudz untuk
mengambil kembali salah seorang hamba ke pangkuan-Nya. Bapak KH. Abdul Fatah,
Sang Guru Besar Darussalam, Ahli Hadits, telah sampai waktunya untuk kembali
pada Tuhan-Nya. Penyakit jantung yang selama ini beliau berusaha sembunyikan
dari santri, akhirnya tidak dapat beliau sembunyikan lagi. Rasa sakit yang
selama ini beliau derita telah Allah obati dengan perjumpaan dengan Sang
Khaliq.
Bagaimanapun ia tenang di sisi-Nya, pengabdiannya dalam dunia pendidikan, gaya beliau mengajar yang dibumbui dengan celotehan ringan, cara ia menegur santrinya yang nakal, duhai selalu terkenang.
Baiklah, aku akan berbagi cerita
tentang sang Guru Besar.
Pa Fatah, begitu sapaan akrabnya, tak
kenal kata lelah dalam mengajar. Dengan usianya yang sudah tidak muda lagi,
beliau masih aktif mengajar beberapa kelas pengajian juga menjadi dosen di
Institut Agama Islam Darussalam Ciamis. Pa Fatah tak pernah absen lho, kecuali
jika ia memang benar-benar sakit dan ada keperluan yang sangat penting dan
tidak bisa ditinggalkan. Almarhum selalu datang tepat waktu –malah santrinya
yang telat, duh. Aku selalu ingat masa-masa dimana beliau mengajar tutorial
hadits (Bulughul Maram) pada kami, kelas XII Program Keagamaan (PK) MAN
Darussalam Ciamis. Waktu untuk tutorial ini hari senin (untuk putra) dan selasa
(untuk putri) dari pukul 13.00 (sepulang sekolah) hingga jam 15.00 (menjelang
ashar). Kala itu aku –dan mungkin teman-teman lain juga sering merasa malas
untuk tutorial karena ba’da dzuhur bahkan terkadang pukul 13.00 kami baru
pulang sekolah, pulang ke asrama untuk makan, harus tutorial lagi dan ba’da
ashar kami harus mengaji ? Duhai, bagi kami remaja tanggung kala itu, malas
sekali. Hingga kami memutuskan untuk TELAT. “perginya nanti sajalah jam 2, biar
cepet selesai”, ungkapan sang pemalas itu muncul. Dan ternyata ketika tiba di
sekolah, Pa Fatah dengan senyumnya yang khas telah menunggu di dalam kelas
dengan tegurannya yang tegas namun tetap ramah. Meskipun hanya sebagian siswa
yang mendapat hidayah untuk datang, namun beliau tetap saja melangsungkan
pelajaran.
Ada yang lebih parah, ketika beliau
mengajar di kelas putra. Karena beliau lama menunggu dan tak kunjung datang
pula, beliau rela mendatangi asrama, mendatangi satu persatu anak lalu mengajar
di selasar asrama. Duhai, apakah teman-teman tidak menyesal telah melakukan hal
itu ??
Begitupun ketika pengajian bersama
seluruh kelas XII, beliau selalu rela menunggu. Pernah suatu waktu langit sudah
mendung, tetapi belum turun hujan –ya mesti ngaji lah. Ditengah pengajian
berlangsung, awan tak lagi dapat menahan air hujan. Hujan pun turun dengan
lebatnya, hingga waktu menjelang maghrib tiba. Dengan memaksakan diri, satu
persatu kami pun pulang –beruntung kala itu ada yang meminjamiku payung. Pa
Fatah, tidak mungkin pulang dengan keadaan hujan, beliau menunggu reda hingga
MALAM hari. duhai, Bapak, perjuanganmu demi mendidik kami. namun bagaimanapun
keadaan beliau, bahkan ketika sakit sekalipun beliau selalu berusaha
menyembunyikannya. Bahkan ketika Sang Guru Besar ini dirawat di rumahsakit
karena penyakit jantungnya itu, beliau tidak memberitahu banyak pihak dan tidak
ingin dijenguk –tidak ingin kami khawatir.
Sudah selesaikah ceritanya ? -Belum
para pembaca yang budiman, ^^-to be
continue-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar