Jumat, 03 Januari 2014

Kepergian Sang Guru Besar #part 1


Malam 31 Desember 2013, hampir semua orang bersorak sorai, tersenyum semangat menyambut tahun baru, kembang api dimana-mana, semua membicarakan tahun baru. Ya, semangat menyambut tahun baru, dengan harapan baru. So special –bagi kebanyakan orang.

Aku ? entahlah, aku rasa everyday is new day, new spirit and new for everything. Maka malam tahun baru itu datar saja –menonton tv dan saling berkirim pesan dengan beberapa teman.

Siapa sangka, tepat di hari pertama tahun 2014, Allah telah menggoreskan rencana indah di lauhil mahfudz untuk mengambil kembali salah seorang hamba ke pangkuan-Nya. Bapak KH. Abdul Fatah, Sang Guru Besar Darussalam, Ahli Hadits, telah sampai waktunya untuk kembali pada Tuhan-Nya. Penyakit jantung yang selama ini beliau berusaha sembunyikan dari santri, akhirnya tidak dapat beliau sembunyikan lagi. Rasa sakit yang selama ini beliau derita telah Allah obati dengan perjumpaan dengan Sang Khaliq.


Bagaimanapun ia tenang di sisi-Nya, pengabdiannya dalam dunia pendidikan, gaya beliau mengajar yang dibumbui dengan celotehan ringan, cara ia menegur santrinya yang nakal, duhai selalu terkenang.

Baiklah, aku akan berbagi cerita tentang sang Guru Besar.

Pa Fatah, begitu sapaan akrabnya, tak kenal kata lelah dalam mengajar. Dengan usianya yang sudah tidak muda lagi, beliau masih aktif mengajar beberapa kelas pengajian juga menjadi dosen di Institut Agama Islam Darussalam Ciamis. Pa Fatah tak pernah absen lho, kecuali jika ia memang benar-benar sakit dan ada keperluan yang sangat penting dan tidak bisa ditinggalkan. Almarhum selalu datang tepat waktu –malah santrinya yang telat, duh. Aku selalu ingat masa-masa dimana beliau mengajar tutorial hadits (Bulughul Maram) pada kami, kelas XII Program Keagamaan (PK) MAN Darussalam Ciamis. Waktu untuk tutorial ini hari senin (untuk putra) dan selasa (untuk putri) dari pukul 13.00 (sepulang sekolah) hingga jam 15.00 (menjelang ashar). Kala itu aku –dan mungkin teman-teman lain juga sering merasa malas untuk tutorial karena ba’da dzuhur bahkan terkadang pukul 13.00 kami baru pulang sekolah, pulang ke asrama untuk makan, harus tutorial lagi dan ba’da ashar kami harus mengaji ? Duhai, bagi kami remaja tanggung kala itu, malas sekali. Hingga kami memutuskan untuk TELAT. “perginya nanti sajalah jam 2, biar cepet selesai”, ungkapan sang pemalas itu muncul. Dan ternyata ketika tiba di sekolah, Pa Fatah dengan senyumnya yang khas telah menunggu di dalam kelas dengan tegurannya yang tegas namun tetap ramah. Meskipun hanya sebagian siswa yang mendapat hidayah untuk datang, namun beliau tetap saja melangsungkan pelajaran.

Ada yang lebih parah, ketika beliau mengajar di kelas putra. Karena beliau lama menunggu dan tak kunjung datang pula, beliau rela mendatangi asrama, mendatangi satu persatu anak lalu mengajar di selasar asrama. Duhai, apakah teman-teman tidak menyesal telah melakukan hal itu ??

Begitupun ketika pengajian bersama seluruh kelas XII, beliau selalu rela menunggu. Pernah suatu waktu langit sudah mendung, tetapi belum turun hujan –ya mesti ngaji lah. Ditengah pengajian berlangsung, awan tak lagi dapat menahan air hujan. Hujan pun turun dengan lebatnya, hingga waktu menjelang maghrib tiba. Dengan memaksakan diri, satu persatu kami pun pulang –beruntung kala itu ada yang meminjamiku payung. Pa Fatah, tidak mungkin pulang dengan keadaan hujan, beliau menunggu reda hingga MALAM hari. duhai, Bapak, perjuanganmu demi mendidik kami. namun bagaimanapun keadaan beliau, bahkan ketika sakit sekalipun beliau selalu berusaha menyembunyikannya. Bahkan ketika Sang Guru Besar ini dirawat di rumahsakit karena penyakit jantungnya itu, beliau tidak memberitahu banyak pihak dan tidak ingin dijenguk –tidak ingin kami khawatir.

Sudah selesaikah ceritanya ? -Belum para pembaca yang budiman, ^^-to be continue-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar