“Kaka kakaa...nulisnya
yang mana aja ?”
“Ka Dedeh Ka Dedeh....aku ga
mau nulis, mau gambar !!!”
“Teteeeehhhh....dia
bandel, gangguin aku terus”
Fyuuuuuhhh....ternyata
mengajar bukanlah yang mudah, apalagi anak kecil, jangan diremehkan. Ketika
berada dalam posisi sebagai seorang guru, kelihaian dalam mengatur lingkungan
belajar sangat diperlukan. Jangan sampai terbawa suasana sehingga materi
pembelajaran yang mesti disampaikan malah terabaikan, pun sebaliknya, jangan
sampai terfokus pada materi pembelajaran sedangkan lingkungan atmosfir kelas
dikesampingkan. Di perkuliahan, teori mengenai pendidikan nampak mudah, namun
tidak begitu dalam mengaktualisasikannya di lapangan.
Cerita ini berawal dari
Kamis, 06 Februari lalu. Alhamdulillah, aku bersama dua teman lainnya diizinkan
untuk menjadi sukarelawan guru pendamping khusus (GPK) di SDN 3,4 Sarijadi Kota
Bandung, mengisi waktu luang dengan belajar menangani anak berkebutuhan khusus
(ABK). Disambut oleh suasana nan ramah, menjadikanku kian nyaman berada disana.
Esok harinya petualangan
pun dimulai. Pagi itu aku sedikit bersantai, entahlah aku seringkali memanjakan
diriku dengan bersantai. Lagipula temanku yang akan berangkat ke SD juga
menjanjikan untuk berangkat sekitar pukul 07.00. Selepas shalat subuh aku hanya
membaca buku, membuka laptop, lantas menulis satu dua kata, membaca kembali,
dan hey tak terasa sudah jam 06.15. Baiklah aku segera sarapan dan pergi ke
kamar mandi. Tidak seperti biasanya, mandi pun menghabiskan waktu begitu lama
hingga ketika keluar dari kamar mandi, temanku sudah menunggu.
Terburu-buru aku berganti
pakaian dan –seperti biasa- berdandan seadanya, lalu segera berangkat menuju
medan peraaaaaannggg *bersemangat*.
Setibanya di sekolah,
tidak lantas masuk kelas, masih harus menunggu hingga Ibu Kepala Sekolah tiba.
Lama menunggu sampai bel tanda masuk berbunyi. Beberapa menit kemudian Ibu Wali
Kelas 1 –yang entah siapa namanya- mengantarkan kami ke kelas masing-masing.
Kedua temanku ditempatkan di kelas dua sedangkan aku sendiri ditempatkan di
kelas empat.
Sedikit gemeteran
ketika hendak memasuki kelas, tetapi okelah. Anak-anak sedang fokus
dengan kertas ulangannya masing-masing. Begitupun Aziz, anak yang akan aku
dampingi. Ia begitu serius dengan ulangannya ini, meski memang bobot ulangannya
tidak sama dengan teman-temannya itupun didampingi oleh helper pribadi. Ya, ia
baru mampu membaca dan menyalin tulisan dan itu merupakan sebuah pencapaian
yang sangat baik, mengingat ia seorang mental retarded (MR).
Hari itu aku banyak menghabiskan
waktu dengan bercakap-cakap bersama Bu Sri yang merupakan helper dari Aziz. Ternyata
basicnya bukanlah dari Pendidikan Khusus, hanya karena menolong teman yang
membuat ia berani terjun di dunia ABK. Ya, hari itu tetap istimewa karena aku
banyak belajar dari Bu Sri meskipun aku gelagapan ketika ditanya berbagai
materi ke-PKh-an. Dan aku baru paham, kenapa aku ditempatkan di kelas empat,
bersama anak yang sebenarnya sudah memiliki helper. Tiada lain karena aku
mahasisiwi PKh lantas dianggap lebih paham karena mempelajari ilmunya untuk
menangani Aziz yang akhir-akhir ini malas belajar. Ini benar-benar mengejutkan.
Kenapa bisa Bu Yuni (wali kelas empat) percaya begitu cepat ? X_X
-to be continued-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar